PONTIANAK – Pemerintah Kota Pontianak menggelar Sosialisasi Rencana Aksi Nasional Hak Asasi Manusia (RANHAM) 2025 dengan menyoroti wacana kebijakan jam malam bagi anak dari sudut pandang hak asasi manusia. Kegiatan ini dilaksanakan di Ruang Rapat Wali Kota Pontianak, Kamis (24/7), dan melibatkan akademisi serta pakar hukum.

Sekretaris Daerah Kota Pontianak, Amirullah, dalam sambutannya menekankan bahwa perlindungan terhadap anak memang menjadi tanggung jawab bersama. Namun, setiap kebijakan, termasuk pembatasan aktivitas anak di malam hari, harus mempertimbangkan aspek HAM secara menyeluruh.

“Kita semua sepakat bahwa anak harus dilindungi dari risiko negatif lingkungan malam hari. Tapi jangan sampai niat baik tersebut menimbulkan pelanggaran hak anak, seperti diskriminasi atau stigmatisasi,” ujarnya.

Amirullah menegaskan bahwa hak anak untuk tumbuh, berkembang, serta berpartisipasi dalam kehidupan sosial dijamin konstitusi, antara lain dalam Pasal 28B Ayat 2 UUD 1945. Selain itu, berbagai regulasi seperti UU Nomor 23 Tahun 2002 jo. UU Nomor 35 Tahun 2014, dan UU Nomor 23 Tahun 2022 mengatur secara komprehensif tentang hak-hak anak.

“Perlindungan anak tidak hanya sebatas fisik, tetapi juga mencakup perlindungan dari eksploitasi, kekerasan, penelantaran, bahkan perlakuan salah secara psikologis maupun sosial,” tambahnya.

Menurutnya, dalam kerangka RANHAM, setiap kebijakan publik harus sejalan dengan prinsip “the best interest of the child”, yakni berpihak pada kepentingan terbaik bagi anak, terutama mereka yang masuk kategori kelompok rentan.

“Kita juga memiliki tanggung jawab moral dan konstitusional untuk memberikan ruang aman dan inklusif bagi anak-anak dalam menjalani masa tumbuh kembangnya,” ucapnya.

Sosialisasi ini, lanjut Amirullah, merupakan bagian dari implementasi Peraturan Presiden Nomor 53 Tahun 2021 tentang RANHAM 2021–2025 yang mendorong penyusunan strategi penghormatan dan perlindungan HAM oleh pemerintah daerah.

Dua akademisi turut dihadirkan sebagai narasumber, yakni Dr. Nur Hadianto dari Universitas PGRI Pontianak dan Dr. Budi Hermawan Bangun dari Fakultas Hukum Universitas Tanjungpura. Keduanya mengulas aspek hukum dan sosial terkait penerapan kebijakan jam malam anak dari berbagai perspektif.

Melalui kegiatan ini, Amirullah berharap peserta mampu memahami dimensi hukum serta urgensi perlindungan hak anak dalam setiap kebijakan daerah, sekaligus memberi kontribusi terhadap penguatan kesadaran HAM di masyarakat.

“Jam malam bukan sekadar aturan teknis, tapi harus menjadi bagian dari kebijakan yang manusiawi, mendidik, dan menghargai hak-hak anak sebagai generasi penerus bangsa,” pungkasnya.

Bagikan: