
PONTIANAK – Pemerintah Kota Pontianak melalui kerja sama dengan Kantor Kementerian Agama (Kemenag) Kota Pontianak kembali menyelenggarakan pelayanan pencatatan perkawinan bagi umat Buddha, Selasa (15/7/2025). Kegiatan ini berlangsung di Balai Nikah Mal Pelayanan Publik (MPP) Kapuas Indah dan diikuti oleh 10 pasangan.
Program ini merupakan tindak lanjut dari nota kesepahaman antara Wali Kota Pontianak dan Kepala Kantor Kemenag Kota Pontianak, yang sebelumnya telah dilaksanakan pada 24 dan 26 Juni 2025.
Kepala Bidang Pelayanan Pencatatan Sipil Disdukcapil Kota Pontianak, Dwi Suryanti, menegaskan pentingnya pencatatan pernikahan karena berkaitan langsung dengan legalitas hukum seseorang di mata negara.
“Jika tidak tercatat, maka secara hukum pernikahan itu belum sah di mata negara. Ini berdampak pada hak-hak keperdataan, termasuk perlindungan hukum bagi anak-anak dari pasangan tersebut,” ujarnya.
Mengacu pada Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, setiap pernikahan yang sah menurut agama wajib pula dicatatkan oleh negara. Untuk itu, Disdukcapil Kota Pontianak menjalin kerja sama dengan Kantor Kementerian Agama (Kemenag) Kota Pontianak dalam memfasilitasi pencatatan pernikahan, baik bagi umat Muslim maupun non-Muslim.
“Untuk umat Muslim, pencatatan dilakukan melalui isbat nikah di Pengadilan Agama. Sedangkan untuk non-Muslim seperti umat Buddha, Konghucu, dan lainnya, pencatatan dilakukan melalui Disdukcapil,” jelas Dwi.
Ia mengakui, masih banyak masyarakat yang belum menyadari pentingnya pencatatan pernikahan. Sebagian bahkan menganggap bahwa pernikahan secara adat sudah cukup, tanpa perlu dicatatkan ke negara.
“Khususnya bagi non-Muslim, banyak yang belum tahu kalau saat ini pencatatan harus dilakukan di Disdukcapil. Ada juga yang mengira nikah adat atau kepercayaan sudah sah sepenuhnya,” katanya.
Selain minimnya informasi, kendala lain yang kerap ditemui adalah perbedaan nama pada dokumen pasangan, terutama bagi warga keturunan Tionghoa.
“Kadang satu orang bisa punya dua atau tiga versi nama, ada nama Tionghoa, nama Indonesia, pakai alias, dan sebagainya. Ini jadi tantangan saat proses verifikasi dokumen,” ungkap Dwi.
Ia menjelaskan, proses pencatatan pernikahan tidak serta-merta bisa langsung dilakukan setelah berkas diterima. Sesuai ketentuan, Disdukcapil wajib mengumumkan rencana pencatatan pernikahan tersebut selama 10 hari kerja.
“Prosedur ini dilakukan untuk memberi kesempatan jika ada pihak-pihak yang keberatan, misalnya karena salah satu pihak pernah menikah sebelumnya. Ini penting demi menjamin keabsahan pencatatan,” pungkasnya.
Melalui upaya sosialisasi dan kolaborasi lintas instansi, Disdukcapil Kota Pontianak berharap semakin banyak pasangan yang mencatatkan pernikahannya secara sah, demi perlindungan hukum dan administrasi yang kuat bagi seluruh warga.