BATAM – Di antara ribuan wajah haru dan bahagia calon jemaah haji yang berkumpul menjelang keberangkatan ke Tanah Suci, wajah muda Nura Husna Sahila terlihat paling mencolok. Bukan hanya karena usianya yang baru menginjak 18 tahun; termuda di antara Jemaah Calon Haji (JCH) asal Kota Pontianak; tetapi karena kisah di balik langkahnya menuju Mekkah menyimpan duka sekaligus keteguhan hati.

Nura tak pernah membayangkan dirinya akan berangkat haji di usia belia, apalagi dengan status sebagai pengganti sang ayah tercinta. Ayahnya, yang telah mendaftar haji sejak 2012 bersama sang ibu, sejatinya dijadwalkan berangkat tahun ini. Namun takdir mendahului rencana. Pada 23 Ramadan 1446 H, hanya beberapa pekan menjelang keberangkatan, ayahnya menghembuskan napas terakhir.

“Saat itu rasanya seperti kehilangan arah. Tapi kemudian saya teringat, Bapak pasti ingin tetap berangkat. Dan ketika saya ditawari untuk menggantikan, saya tahu ini cara terbaik untuk menghormati keinginannya,” ucap Nura, menahan air mata yang mulai menggenang.

Perempuan muda yang tinggal di Jalan Putri Dara Hitam itu kini melangkah bukan hanya untuk dirinya, tetapi membawa amanah besar: menyempurnakan niat yang tak sempat ditunaikan oleh ayahnya. Tekad itu membimbingnya mempersiapkan diri secara sungguh-sungguh, baik fisik maupun batin.

Ia mulai menjaga kesehatan dengan ketat, mengatur pola makan, memperbanyak doa, dan membekali diri dengan ilmu manasik. “Saya ingin ibadah ini sempurna, agar Bapak juga mendapatkan pahala seperti yang dia harapkan,” katanya pelan.

Proses administrasi yang sempat terhenti karena wafatnya sang ayah pun kembali diproses ulang. Dengan dukungan Pemerintah Kota dan Kemenag Pontianak, Nura akhirnya bisa menggantikan posisi ayahnya sebagai jemaah haji tahun ini.

“Banyak yang membantu. Dari Wali Kota sampai tim Kemenag. Mereka membuat semua ini terasa lebih ringan,” tuturnya bersyukur.

Meski sempat ragu, kini Nura berdiri tegak di antara rombongan jemaah. Di balik langkahnya, tersimpan cinta anak kepada orang tua yang tak pernah pudar. Ibadah hajinya bukan hanya perjalanan spiritual, tetapi juga bentuk bakti yang tak ternilai.

“Saya tahu Bapak mungkin tidak bisa hadir secara fisik. Tapi saya yakin, beliau melihat saya dari tempat yang lebih tinggi. Semoga Bapak tenang di sana, dan semoga ibadah ini menjadi hadiah terbaik untuknya,” tutup Nura lirih, memandang ke langit yang mulai merekah.

Bagikan: