
SURABAYA – Malam itu, Surabaya bukan hanya menjadi tuan rumah pertemuan para wali kota se-Indonesia. Kota ini menjadi panggung tempat kekayaan budaya dari berbagai penjuru negeri berpadu dalam gemerlap “Light Culture Parade”, karnaval budaya yang menjadi bagian dari Munas VII Asosiasi Pemerintah Kota Seluruh Indonesia (APEKSI). Di antara deretan peserta, rombongan dari Pontianak hadir dengan cara yang tak terlupakan, menyajikan kisah kota mereka melalui kostum-kostum ikonik yang menggambarkan identitas dan kebanggaan masyarakatnya.
Pontianak tak datang sekadar berjalan dalam parade. Kota ini membawakan empat simbol penting: Tugu Khatulistiwa, Sungai Kapuas, Meriam Karbit, dan Aloe Vera. Masing-masing ikon dihidupkan dalam bentuk kostum atraktif yang dirancang dengan penuh kreativitas dan filosofi. Ketika para model melangkah di sepanjang Jalan Tunjungan hingga Balai Pemuda, mata para penonton tertuju pada keunikan busana yang tak hanya cantik, tetapi juga menyimpan kisah.
Kehadiran Pontianak dalam karnaval ini bukan sekadar tampil memukau, tetapi juga menjadi bukti nyata bagaimana budaya bisa menjadi jembatan antara kota, antara warga, bahkan antara masa lalu dan masa depan. Dalam cahaya malam Surabaya, Kota Khatulistiwa membuktikan bahwa budaya adalah denyut nadi yang tak pernah padam.
Wali Kota Pontianak, Edi Rusdi Kamtono, turut hadir memimpin rombongan, didampingi sang istri, Yanieta Arbiastutie. Bagi Edi, momen ini bukan hanya soal tampil di hadapan publik, melainkan juga tentang memperkenalkan dan merayakan kekayaan budaya daerah.
“Alhamdulillah, Kota Pontianak malam hari ini telah sukses menampilkan budaya khas daerah kita. Ini menggambarkan keragaman Pontianak untuk Indonesia,” ujarnya dengan penuh kebanggaan.
Salah satu sorotan dalam parade itu datang dari Resta Farha, remaja 18 tahun yang mengenakan kostum Aloe Vera. Busana hijau mencolok yang dipakainya bukan sekadar dekoratif, tetapi menjadi representasi produk unggulan Kota Pontianak.
“Di sana, Aloe Vera itu sangat besar, bahkan pelepahnya bisa sampai satu meter,” jelasnya antusias.
Tak hanya untuk kosmetik, Aloe Vera di Pontianak juga diolah menjadi jus, kerupuk, cokelat, hingga teh. Resta menyampaikan bahwa lewat kostumnya, ia ingin mengenalkan manfaat tanaman ini ke masyarakat luas, sekaligus menunjukkan potensi ekonomi lokal yang melekat pada budaya.
Tak hanya warga Pontianak yang merasa bangga. Vista, warga Surabaya berusia 27 tahun yang menonton langsung di lokasi, mengaku terkesan dengan penampilan peserta dari kota di tepian Sungai Kapuas itu.
“Penampilan mereka keren banget. Bisa datang jauh-jauh ke Surabaya dengan semangat budaya yang tinggi, patut diapresiasi,” tuturnya.
Menurutnya, kehadiran kepala daerah juga menjadi nilai lebih bagi masyarakat yang hadir.
“Ini jadi momen istimewa. Bisa bertemu langsung dengan para wali kota dari berbagai daerah. Semoga acara seperti ini sering digelar agar kita bisa lebih mengenal Indonesia dari dekat,” imbuhnya.