
PONTIANAK – Di tengah sunyi Desa Jeruju Besar, Kubu Raya, tiap Sabtu sore menghadirkan irama yang berbeda. Tawa anak-anak menggema dari pelataran Masjid Darul Ibadah, tempat yang tak lagi sekadar untuk ibadah, tapi juga menjadi ruang belajar bagi mimpi-mimpi kecil yang sedang tumbuh. Di antara mereka, satu sosok kecil bernama Almyra Humairoh menyimpan kisah yang lebih dari sekadar rutinitas belajar.
Almyra, siswa kelas 4 SD yang dikenal kalem dan penurut, telah tiga tahun mengikuti kegiatan belajar sukarela bersama NPO Aku Belajar. Namun siapa sangka, dari balik kerudungnya yang sederhana dan senyumnya yang pemalu, tersimpan impian yang perlahan menjelma nyata: berdiri di atas panggung sebagai pemeran utama dalam drama musikal.
Sabtu, 31 Mei 2025, mimpi itu akan terwujud. Almyra akan memerankan Lea, seekor kelinci kecil dalam Pahlawan Kecil Desa Jeruju Besar, sebuah pertunjukan drama musikal yang digelar di Taman Budaya Pontianak sebagai bagian dari charity day tahunan Aku Belajar.
Cerita musikal ini mengangkat kisah fabel tentang keberanian dan kejujuran. Lea, karakter yang diperankan Almyra, bercita-cita menjadi pahlawan seperti nenek temannya, Gala. Namun jalannya tak mudah. Gala justru sering meremehkan dan mengejek Lea, lalu kemudian mengaku-ngaku sebagai penyelamat hutan ketika terjadi gangguan dari pencuri misterius. Lea bersama sahabatnya, Rara si kura-kura, harus memilih: tetap diam atau bertindak demi kebaikan.
Melalui lakon itu, penonton diajak merenungi bahwa menjadi pahlawan tidak selalu soal pengakuan dan sorotan. Terkadang, cukup dengan hati yang tulus dan keberanian untuk bergerak, seseorang bisa membawa perubahan.
Bagi Almyra, peran ini bukan sekadar tugas. Ia menjalaninya dengan kesungguhan yang tak biasa untuk anak seusianya. Ia mengikuti latihan setiap pekan bersama teman-temannya, dan melanjutkan latihan di rumah. Ibunya menjadi pendamping setia, membantunya melafalkan dialog, memahami karakter, hingga mengulang naskah.
“Kalau dia pulang, biasanya langsung cerita tentang latihan. Kadang-kadang ngajak saya ikutan baca naskah juga,” tutur sang ibu, sembari tersenyum. “Mimpinya bukan main-main, dan saya ingin dia punya ruang untuk mengejarnya,” tambahnya.
Kak Dhea, relawan pengajar dari Batch 12 yang mendampingi kelas 4, mengenang Almyra sebagai anak yang membuat suasana belajar jadi lebih hidup.
“Almyra itu pendiam, tapi aktif dan perhatian. Waktu dia latihan jadi Lea, auranya beda. Seolah dia benar-benar percaya bahwa kelinci kecil itu bisa jadi pahlawan,” ujar Dhea.
Tahun lalu, Almyra pernah menari di acara charity day. Kini ia tampil bukan hanya sebagai bagian dari pertunjukan, tapi sebagai jiwa dari cerita. Di antara kerlip lampu panggung nanti, akan ada suara kecil yang menyuarakan harapan dari desa.
Tiket pertunjukan dapat diperoleh melalui akun Instagram @akubelajar_id. Hasil penjualannya digunakan untuk mendukung pendidikan anak-anak di daerah marjinal seperti Jeruju Besar. Bagi para relawan dan penggerak komunitas, panggung ini bukan hanya soal seni, tapi gerakan sosial yang mengajak masyarakat melihat lebih dekat dunia anak-anak: dunia yang penuh potensi jika diberi ruang.
Perjalanan Almyra dari pelataran masjid ke panggung budaya di kota bukan hanya soal jarak. Ia adalah perjalanan seorang anak dalam merajut mimpinya, langkah demi langkah, dengan dukungan keluarga, guru, dan komunitas yang percaya padanya.
Di Taman Budaya nanti, Almyra tak sekadar akan memerankan Lea si kelinci kecil. Ia akan menjadi simbol dari harapan yang tumbuh dari tempat sederhana. Karena bagi anak-anak seperti Almyra, panggung bukan sekadar tempat tampil—ia adalah tempat di mana mimpi-mimpi kecil bisa bersuara, dan masa depan mulai dijahit dengan keberanian.