RSUD Sultan Syarif Mohamad Alkadrie Pontianak mencatat 36 kasus campak pada anak selama September 2025. Masyarakat diimbau waspada dan segera imunisasi.

PONTIANAK – Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Sultan Syarif Mohamad Alkadrie (SSMA) Kota Pontianak mencatat sebanyak 36 kasus campak pada anak sepanjang September 2025. Lonjakan ini membuat pihak rumah sakit meningkatkan kewaspadaan sekaligus mengimbau masyarakat agar lebih peduli terhadap pencegahan.

Campak atau measles merupakan penyakit menular akibat infeksi virus morbili. Meski sering dianggap sepele karena gejalanya mirip flu, penyakit ini dapat menyebabkan komplikasi berat, terutama pada anak yang belum mendapatkan imunisasi lengkap.

Dokter RSUD SSMA, dr. Nihayatus, menjelaskan, gejala awal campak biasanya diawali demam tinggi, batuk kering, pilek, serta mata merah dan berair. Nafsu makan menurun dan tubuh terasa lemah juga umum terjadi.

“Ruam khas campak biasanya baru muncul beberapa hari setelah demam, dimulai dari wajah dan leher, lalu menyebar ke seluruh tubuh,” terangnya, Selasa (7/10/2025).

Menurutnya, campak sangat mudah menular melalui udara dan percikan batuk atau bersin penderita. Bahkan seseorang sudah dapat menularkan virus empat hari sebelum ruam muncul hingga empat hari setelahnya.

Nihayatus menegaskan bahwa campak tidak boleh dianggap enteng karena dapat menimbulkan komplikasi berat seperti radang paru (pneumonia), diare berat, infeksi telinga, hingga radang otak (ensefalitis) yang bisa berakibat fatal.

“Anak dengan daya tahan tubuh lemah berisiko lebih tinggi mengalami komplikasi. Karena itu, pencegahan melalui imunisasi sangat penting,” ujarnya.

Pencegahan paling efektif terhadap campak adalah melalui vaksin MMR (Measles, Mumps, Rubella) yang diberikan kepada bayi dan anak berusia 9–12 bulan. Selain itu, menjaga kebersihan lingkungan, menghindari kontak langsung dengan penderita, serta menerapkan pola hidup sehat juga sangat dianjurkan.

“Peningkatan kasus ini harus menjadi peringatan bagi orang tua bahwa imunisasi bukan sekadar pilihan, melainkan kebutuhan dasar untuk melindungi anak dari penyakit berbahaya,” tutup Nihayatus.

Bagikan: