PONTIANAK – Gubernur Kalimantan Barat, Drs. H. Ria Norsan, M.M., M.H. menghadiri Rapat Koordinasi Nasional dan Pengelolaan Ekosistem Mangrove Provinsi Kalimantan Barat bersama Menteri Lingkungan Hidup /Kepala Badan Pengendalian Lingkungan Hidup Republik Indonesia, Dr. Hanif Faisol Nurofiq, S.Hut., M.P di Hotel Aston Pontianak, Jum’at (8/8/2025)

Norsan menyebutkan bahwa sebelum mengikuti Rakornas, Dirinya bersama Menteri LH dan Kapolri telah melaksanakan penanaman mangrove di Kabupaten Mempawah.

“Alhamdulillah disana (Mempawah) untuk budidaya mangrove sudah menjadi perhatian dari beberapa tahun dan juga dari NJO serta berbagai CSR Badan Usaha maupun milik Negara yang ada di Kalimantan Barat berpartisipasi untuk penanaman mangrove,” jelasnya.

Selanjutnya dengan adanya penanaman mangrove di daerah pesisir atau pantai, Norsan mengatakan bahwa ini upaya untuk menjaga pantai agar tidak terabrasi sehingga bisa hijau kembali kemudian membantu habitat-habitat untuk berkembang dengan baik.

“Mari kita jaga lingkungan kita agar lingkungan hijau kembali supaya ada peninggalan kita untuk anak cucu kita kedepan,” ajak Norsan.

Kemudian Orang nomor satu di Kalimantan Barat menjelaskan bahwa Kalimantan Barat memiliki kekayaan ekosistem mangrove yang luar biasa, dengan luas mencapai lebih dari 162 ribu hektar, tersebar di tujuh kabupaten dan kota. Kabupaten Kubu Raya menjadi wilayah dengan tutupan mangrove terbesar, yaitu hampir 68% dari total provinsi.

“Tak hanya luas, mangrove kita juga kaya jenis terdapat 40 spesies, termasuk dua yang sangat langka di dunia: Bruguiera hainesii dan Kandelia candel. Ini adalah kebanggaan sekaligus tanggung jawab. Saat ini, masih terdapat lebih dari 14 ribu hektar lahan potensial untuk rehabilitasi mangrove. Ini adalah peluang besar untuk memperkuat ketahanan pesisir, meningkatkan kualitas lingkungan, dan membuka ruang bagi ekonomi hijau,” terangnya.

Di balik potensi besar mangrove Kalimantan Barat ada tantangan yang dihadapkan pada area mangrove sering kali beralih fungsi menjadi kawasan pemukiman, tambak, bahkan pelabuhan. Aktivitas pembangunan wilayah, budidaya ikan dan udang, serta penebangan berlebihan dan illegal logging untuk arang dan kayu bakar, telah menyebabkan kerusakan yang signifikan.

Tantangan lainnya adalah lemahnya kelembagaan dan pengetahuan masyarakat dalam melaksanakan rehabilitasi. Di sisi lain, waktu penanaman mangrove sangat dipengaruhi oleh musim dan cuaca, sehingga perlu perencanaan yang matang, perlu pendekatan kolaboratif-antara pemerintah, aparat penegak hukum, masyarakat, dan dunia usaha. Edukasi, penguatan kelembagaan, dan penegakan hukum harus berjalan beriringan dengan program rehabilitasi.

Sementara itu, Menteri Lingkungan Hidup /Kepala Badan Pengendalian Lingkungan Hidup Republik Indonesia, Dr. Hanif Faisol Nurofiq, S.Hut., M.P mengungkapkan bahwa selama lebih 17 tahun belum menyusun perencanaan pengelolaan mangrove nasional sehingga yang ada tekanan yang cukup besar dari habitat mangrove yang sangat penting.

“Hari ini kita minta kepada para dunia usaha, Pemerintah dan masyarakat untuk bersama – sama merumuskan bagaimana rencana perlindungan dan pengelolaan Mangrove itu mampu kita lakukan,” pinta Hanif.

Disampaikannya, Indonesia saat ini memiliki 3,4 juta hektar yang merupakan lahan mangrove terbesar di dunia, kerana di dunia memiliki 17,2 juta hektar dan 3,4 ada di Indonesia.

“Maka dari itu mari kita lakukan penanganan mangrove dengan sangat presisi, tidak ada lagi kegiatan – kegiatan yang boleh mengganggu dengan masif mangrove dan ekosistem mangrove yang kita miliki yang hampir berada di seluruh Provinsi Tanah Air kita,” tutupnya.

Rapat Koordinasi Nasional Pengelolaan Ekosistem Mangrove di Pontianak, yang dihadiri Gubernur Ria Norsan dan Menteri Lingkungan Hidup Hanif Faisol Nurofiq, menegaskan komitmen Pemprov Kalbar untuk melestarikan ekosistem mangrove yang luas dan kaya akan spesies langka. Meskipun dihadapkan pada tantangan kerusakan akibat alih fungsi lahan dan penebangan ilegal, Gubernur Ria Norsan mengajak semua pihak untuk berkolaborasi dalam merehabilitasi 14 ribu hektar lahan potensial.

Dengan pesan untuk menjaga lingkungan demi anak cucu dan dukungan dari pemerintah pusat, diharapkan pengelolaan mangrove di Kalimantan Barat dapat dilakukan secara presisi, holistik, dan berkelanjutan, demi menjaga ekosistem pesisir serta mendukung ekonomi hijau.

Bagikan: