
PONTIANAK – Wakil Gubernur Kalimantan Barat, Krisantus Kurniawan, menekankan pentingnya penguatan pengawasan dalam pengelolaan keuangan desa demi menciptakan tata kelola pemerintahan yang transparan dan akuntabel. Hal tersebut disampaikannya saat membuka Rapat Koordinasi Bidang Pengawasan yang digelar di Aula Adhyasta Inspektorat Provinsi Kalimantan Barat, Kamis (8/5/2025).
Dalam sambutannya, Krisantus menyebut bahwa pengawasan terhadap pemerintahan desa merupakan perwujudan amanat Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2017 dan Permendagri Nomor 73 Tahun 2020. Ia menegaskan bahwa Gubernur sebagai perpanjangan tangan pemerintah pusat memiliki peran strategis dalam memastikan penyelenggaraan pemerintahan daerah, khususnya di tingkat desa, berjalan sesuai dengan norma, standar, prosedur, dan kriteria (NSPK) yang telah ditetapkan.
“Pemerintah provinsi akan terus berkoordinasi dengan pemerintah kabupaten/kota untuk menjamin transparansi, akuntabilitas, dan tertib anggaran di tingkat desa. Ini adalah bentuk sinergi, bukan tumpang tindih kewenangan,” tegas Krisantus.
Ia juga menyoroti tingginya kasus penyalahgunaan dana desa di Kalbar berdasarkan data Polda Kalbar hingga akhir 2024, yang diperparah oleh berbagai pengaduan masyarakat kepada Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP). Krisantus mengidentifikasi sejumlah penyebab, di antaranya lemahnya integritas, gaya hidup menyimpang, rendahnya kapasitas SDM, serta kurangnya tindak lanjut hasil pengawasan.
“Semua tantangan ini harus kita jawab dengan penguatan sistem pengawasan yang efektif, kolaboratif, dan responsif,” ujarnya.
Dalam forum yang dihadiri oleh para Inspektur dan Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa se-Kalimantan Barat itu, Krisantus menyampaikan lima arahan strategis, yakni:
1. Penguatan kolaborasi horizontal dan vertikal, antar-inspektorat dan antar-lembaga, termasuk aparat penegak hukum;
2. Penerapan sistem deteksi dini dan pengawasan berbasis risiko, dengan memanfaatkan teknologi informasi untuk mengidentifikasi potensi penyimpangan;
3. Komitmen terhadap tindak lanjut hasil pengawasan, yang menurutnya merupakan bentuk akuntabilitas pimpinan daerah;
4. Penanaman budaya integritas dan etika pelayanan di kalangan ASN desa dan kecamatan;
5. Optimalisasi peran camat sebagai pembina desa, melalui peningkatan kapasitas, kewenangan, dan dukungan teknologi.
Ia berharap Rapat Koordinasi tersebut tidak sekadar menjadi seremoni, melainkan menjadi wadah nyata dalam merumuskan langkah konkret lintas sektor demi tata kelola desa yang lebih baik.
“Camat memiliki posisi strategis dalam membina dan mengawasi desa. Fungsi ini harus direvitalisasi agar sistem pengawasan berjalan maksimal,” pungkas Krisantus.